Kisah ini bermula ketika keluargaku baru saja ditinggal pergi oleh kedua orangtua kami, yang meninggal dalam musibah kecelakaan angkutan umum di daerah kami, sebuah kota sejuk di dekat Jakarta. Sebagai anak tertua, maka aku yang selama ini hanya kuliah tanpa harus memikirkan sumber biayanya, terpaksa harus menggantikan tugas orang tuaku mencari nafkah untuk menghidupi adik-adikku dan melanjutkan kuliahku. Aku tidak ingin cita-cita kedua mendiang orang tuaku untuk memiliki anak yang berhasil menjadi sarjana, menjadi gagal. Akan tetapi ternyata tidak mudah juga untuk mencari nafkah di kota ku ini. Pada suatu malam, yakni Minggu malam, ketika aku sedang melamun, terdengar orang mengucap salam dari luar. Ku bukakan pintu, ternya pak RT yang datang. Pak RT minta agar aku sudi menjadi supir pribadi dari sebuah keluarga kaya. Keluarga itu adalah pemilik perusahaan dimana pak RT bekerja sebagai salah seorang staff di perusahaan itu. Spontan aku menyetujuinya dan berterimakasih atas tawaran itu. Esoknya kami berangkat ke rumah Boss-nya Pak RT ku. Ketika memasuki halaman rumah yang besar seperti istana itu, hatiku berdebar tak karuan. Setelah kami dipersilahkan duduk oleh seorang pembantu muda di ruang tamu
yang megah itu, tak lama kemudian muncul seorang wanita yang tampaknya muda. Kami memberi hormat pada wanita itu. Wanita itu tersenyum ramah sekali dan mempersilahkan kami duduk, karena ketika dia datang, spontan aku dan pak RT berdiri memberi salam " selamat pagi". Pak RT dipersilakan kembali bekerja oleh wanita itu, dan diruangan yg megah itu hanya ada aku dan si wanita itu. " Benar kamu mau jadi supir pribadiku ? " tanyanya ramah seraya melontarkan senyum manisnya. " Iya Nyonya, saya siap menjadi supir nyonya " Jawabku. " jangan panggil Nyonya, panggil saja saya ini Ibu, Ibu Maya " Sergahnya halus. Aku mengangguk setuju. " Kamu sudah pernah bekerja jadi sopir pribadi sebelumnya ?" " Tidak nyonya eh...Bu ?!" jawabku. " Saya tadinya masih kuliah, tapi saya pernah menjadi supir angkot tidak tetap selama satu tahun" sambungku. Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ditatapnya pula mataku hingga aku jadi salah tingkah. Diperhatikannya aku dari atas sampai ke bawah. " kamu masih muda sekali, ganteng, nampaknya sopan, kenapa mau jadi supir ?" tanyanya. " Saya butuh uang untuk menghidupi keluarga saya, Bu " jawabku. " Baik, saya setuju, kamu jadi supir saya, tapi harus ready setiap saat. gimana, okey ? " " Saya siap Bu." Jawabku. " Kamu setiap pagi harus sudah ready di rumah ini pukul enam, lalu antar saya ke tempat saya Fitness, setelah itu antar saya ke salon, belanja, atau kemana saya suka. Kemudian setelah sore, kamu boleh pulang, gimana siap ? " " Saya siap Bu" Jawabku. " Oh..ya, siapa namamu ? " Tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Sepontan aku menyambut dan memegang telapak tangannya, kami bersalaman. " Saya Leman Bu, panggil saja saya Leman " Jawabku. " Nama yang bagus ya ? tau artinya Leman ? " Tanyanya seperti bercanda. " Tidak Bu " Jawabku. " Leman itu artinya Lelaki Idaman " jawabnya sambil tersenyum dan menatap mataku. Aku tersenyum sambil tersipu. lama dia menatapku. Tak terpikir olehku jika aku bakal mendapat majikan seramah dan sesantai Ibu Maya. Aku mencoba juga untuk bergurau, kuberanikan diri untuk bertanya pada beliau. " Maaf, Bu. jika nama Ibu itu Maya, apa artinya Bu ? " " O..ooo, itu, Maya artinya bayangan, bisa juga berarti khayalan, bisa juga sesuatu yang tak tampak, tapi ternyata ada.Seperti halnya cita-citamu yang kamu anggap mustahil ternyata suatu saat bisa kamu raih, nah…khayalan kamu itu berupa sesuiatu yang bersifat maya, ngerti khan ? " Jawabnya serius. Aku hanya meng-angguk-angguk saja sok tahu, sok mengerti, sok seperti orang pintar. Jika kuperhatikan, body Ibu Maya seksi sekali, tubuhnya tidak terlampau tinggi, tapi padat berisi, langsing, pinggulnya seperti gitar Spanyol. Yang lebih gila, pantatnya bahenol dan buah dadanya……, wah...wah...puyeng aku melihatnya. Di rumah sebesar itu, hanya tinggal Ibu Maya, Suaminya, dan dua putrinya, yakni Mira - anak kedua yang masih sekolah kelas II SMU, dan Yanti si bungsu yang masih duduk di kelas III SMP. Putri pertamanya saat ini sekolah mode di Perancis. Pembantunya hanya satu, yakni Bi Irah, seksinya juga luar biasa, janda pula! Ibu Maya memberi gaji bulanan yang besar sekali, dan jika difikir-fikir, mustahil sekali. Selama satu tahun aku bekerja, sudah dua kali dia menaikkan gajiku. Katanya dia puas atas disiplin kerjaku. Gaji pokok bulananku saja lebih dari cukup untuk membayar uang kuliahku. Aku meneruskan mengambil kuliah di petang hingga malam hari di sebuah Universitas Swasta. Dengan satu bulan gaji saja, aku bisa membayar biaya kuliah empat semester, edan tenan, sekaligus enak tenan....!!! dasar rezeki, tak akan kemana larinya. Masuk tahun kedua aku bekerja, keakraban dengan Ibu Maya semakin terasa. Setelah pulang Fitness, seringkali Bu Maya minta jalan-jalan dulu. Yang konyol,
dia selalu duduk di depan, disebelahku, hingga terkadang aku jadi kagok menyetir, eh...lama lama biasa. Di suatu hari sepulang dari tempat Fitnes, Ibu Maya minta diantar keluar kota. Seperti biasa dia pindah duduk ke depan. Dia tak risih duduk disebelah supir pribadinya. Ketika kendaraan kami tengah berjalan di jalan raya yang tidak terlalu ramai, tiba-tiba Ibu Maya menyuruh berhenti sebentar. Aku menepi, dan mesin mobil BMW itu kumatikan. Jantungku berdebar, jangan-jangan ada kesalahan yang aku perbuat. " Man,?, kamu sudah punya pacar ? " Tanyanya. " Belum Bu " Jawabku singkat. " Sama sekali belum pernah pacaran ?" " Belum BU, eh...kalau pacar cinta monyet sih pernah Bu, dulu di kampung sewaktu SMP" " Berapa kali kamu pacaran Man ? sering atau cuma iseng ?" tanyanya lagi. Aku terdiam sejenak, kubuang jauh-jauh pandanganku kedepan. Tanganku masih memegang setir mobil. Kutarik nafas dalam-dalam. " Saya belum pernah pacaran serius Bu, cuma sebatas cintanya anak yang sedang pancaroba" Jawabku. " Bagus...bagus...kalau begitu, kamu anak yang baik dan jujur " ujarnya puas sambil menepuk nepuk bahuku. Aku sempat bingung, kenapa Bu Maya pertanyaannya rada aneh ? terlalu pribadi lagi ? apakah aku mau dijodohkan dengan salah seorang putrinya? ach....gak mungkin rasanya, mustahil, mana mungkin dia mau punya menantu anak kampung seprti aku ini? Setelah itu kami melanjutkan perjalanan bahkan sampai jalan-jalan di kota Sukabumi. Aku
heran, Bu Maya kok tumben-tumbenan menyuruhku hanya untuk mengantarnya putar-putar kota saja di Sukabumi, dan yang lebih heran lagi, Bu Maya masih memakai pakaian Fitness berupa celana training dan kaos olah raga, tanpa berganti pakaian seperti biasanya setelah selesai fitness. Setelah sempat makan di rumah makan kecil di puncak, hari sudah mulai gelap dan kami meneruskan perjalanan untuk kembali ke kota kami. Ditengah perjalanan di jalan yang agak sepi dan gelap, Bu Maya minta untuk berbelok ke suatu tempat. Aku menurut saja apa perintahnya. Aku tak kenal daerah itu, yang kutahu hanya berupa perkebunan luas dan sepi serta gelap. Dit engah kebun itu Bu Maya minta aku berhenti dan mematikan mesin mobil. Aku masih tak mengerti akan tingkah Bu Maya. Tiba-tiba saja tangan Bu Maya menarik lenganku. " Coba rebahkan kepalamu di pangkuanku Man ?" pintanya. Aku menurut saja, karena masih belum mengerti. Astaga....setelah aku merebahkan kepalaku di pangkuan Bu Maya dengan kepala menghadap keatas, kaki menjulur keluar pintu, Bu Maya menarik kaosnya ke atas. Wow...!!
samar-samar kulihat buah dadanya yang besar dan montok. Buah dada itu didekatkan ke wajahku. Lalu dia berkata " Cium Man Cium...isaplah, mainkan sayang ...?" Pintanya. Baru aku mengerti, Bu Maya mengajak aku ketempat ini sekedar melampiaskan nafsunya. Sebagai laki-laki normal, karuan saja aku bereaksi, kejantananku hidup dan bergairah. Siapa nolak diajak kencan dengan wanita cantik dan seksi seperti Bu Maya. Kupegangi tetek Bu Maya yang montok itu, kujilati putingnya dan kuisap- isap. Tampak nafas Bu Maya terengah-engah tak karuan, menandakan nafsu birahinya sedang naik. Aku masih mengisap dan menjilati teteknya. Lalu bu Maya minta agar aku bangun sebentar. Dia melorotkan celana trainingnya hingga ke bawah kaki. Bagian bawah tubuh Bu Maya tampak bugil. Tampak samar-samar oleh sinar bulan di kegelapan itu. " Jilat Man…… jilatlah…… aku nafsu sekali…… jilat sayang " Pinta Bu Maya agar aku menjilati m*m*knya. Oh....m*m*k itu besar sekali, menjendol seperti kura- kura. tampaknya dia sedang birahi sekali, seperti puting teteknya yang ereksi. Aku menurut saja, seperti sudah terhipnotis. M*m*k Bu Maya wangi sekali, mungkin sewaktu di rumah makan tadi dia sempat membersihkan kelaminnya dan memberi wewangian. Sebab dia sempat ke toilet untuk waktu yang lumayan lama. Mungkin disana dia membersihkan diri. Dia tadi ke tolilet membawa serta tas pribadinya. Mungkin disana pula dia mengadakan persiapan untuk menggempur aku. Kujilati liang kemaluan itu, tapi Bu Maya tak puas. Disuruhnya aku keluar mobil dan disusul olehnya. Bu Maya membuka bagasi mobil dan mengambil kain semacam karpet kecil lalu dibentangkan di atas rerumputan. Dia merebahkan tubuhnya diatas kain itu dan merentangnya kakinya. " Ayo Man, lakukan…… hanya ada kita berdua disini…… jangan sia-siakan kesempatan ini Man…… aku sayang kamu Man " katanya setengah berbisik, Aku tak menjawab, aku hanya melakukan perintahnya, sedikit bicara banyak kerja. Ku buka semua pakaianku, lalu ku tindih tubuh Bu Maya. Dipeluknya aku, dirogohnya kejantananku dan dimasukkan ke dalam m*m*knya yang hangat. Kami bersetubuh di tengah kebun gelap itu dalam suasana malam yg remang-remang oleh sinar bulan di langit. Aku menggenjot m*m*k Bu Maya sekuat mungkin. " jangan keluar duluan ya, Man…? saya belum puas " Pintanya mesra. Aku diam saja, aku masih melakukan adegan mengocok dengan gerakan penis keluar masuk lubang m*m*k Bu Maya. Nikmat sekali m*m*k ini, pikirku. Kemudian Bu Maya minta pindah posisi, dia di atas...bukan main permainannya, goyangannya. " Remas tetekku Man, remaslah....yang kencang ya ?" Pintanya. Aku meremasnya. " Cium bibirku Man..cium…! “ Aku mencium bibir indah itu dan kuisap lidahnya dalam-dalam, nikmat sekali, sesekali dia mengerang kenikmatan. " Sekarang isap tetekku, teruskan...terus.....Oh....Ohhhh.....Man...Leman...Ohhh...aku keluar Man....aku kalah" Dia mencubiti pinggulku, sesekali tawanya genit. " kamu curang....aku kalah" ujarnya. " Sekarang giliran kamu Man....keluarkan sebanyak mungkin ya? " pintanya. " Saya sudah hampir keluar dari tadi Bu, tapi saya tetap bertahan, takut Ibu marah nanti " Jawabku. " Oh Ya?...gila..kuat amat kamu ?!" balas Bu Maya sambil mencubit pipiku. " Kenapa Ibu suka main di tempat begini gelap ?" tanyaku. " Aku suka alam terbuka, di alam terbuka aku bergairah sekali. Kita akan lebih sering mencari tempat seperti alam terbuka. Kapan-kapan kita naik kapal pesiarku, kita main diatas kapal pesiar di tengah ombak bergulung. Atau kita main di pinggir sungai yang sepi, ah... terserah kemana kamu mau ya Man?" Setelah puas bermain cinta dan menuntaskan nafsu birahi Bu Maya, kami segera membersihkan alat vital masing-masing dengan kertas tisue dan air yang kami ambil dari jerigen di bagasi mobil. Kami beristirahat sejenak. Bu Maya sekarang tidur di pangkuanku. Kami ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul. Setelah sekian lama istirahat, penisku tegang lagi, dan dirasakan oleh kepala Bu Maya yang menyentuh batang kejantananku. Tak banyak komentar celanaku dibukanya, dan aku dalam sekejap sudah bugil. Disuruhnya aku tidur dengan kaki merentang, lalu Bu Maya membuka celana trainingnya yang tanpa celana dalam itu. Bu Maya mengocok-ngocok penisku, diurutnya seperti gerakan tukang pjit mengurut tubuh pasiennya. Gerakan tangan Bu Maya mengurut naik-turun. Karuan saja penisku semakin membesar dan membesar. Diisapnya penisku yang sudah ereksi besar sekali, dimainkannya lidah Bu Maya di ujung penisku. Setelah itu, Bu Maya menempelkan buah dadanya yang besar itu di penisku. Dijepitkannya penisku ke sela-sela tetek besar itu, lalu di goyang- goyangkannya teteknya seperti gerakan mengocok. " Gimana Man ? enak enggak ? " ajuknya manja,sambil mengerlingkan matanya menatap wajahku. " Enak Bu…… awas lho nanti muncrat Bu" jawabku.. " Enggak apa, ayo keluarkan, nanti kujilati pejuhmu, aku mau kok ?!" . Bu Maya masih giat bekerja giat, dia berusaha untuk memuaskan aku. Tak lama kemudian, Bu Maya naik ke atas tubuhku dan seperti menduduki penisku, lobang m*m*knya dimasuki penisku. Digoyang terus...hingga aku merasakan nikmat yang luar biasa. Tiba -tiba Bu Maya terdiam, berhenti bekerja, lalu berjata :" Rasakan ya Man ? pasti kamu bakal ketagihan " Aku membisu saja. dan ternya Ohh....m*m*k Bu Maya bisa melakukan gerakan empot-empot, menyedot-nyedot dan meng- urut-urut batang penisku dari bagian kepala hingga ke bagian batang bawah, Oh....nikmat sekali…… mungkin ini yg namanya empot ayam, luar biasa kepiawaian Bu Maya dalam bidang olah seksual. " Enak sayang... ehmm... ?" tanyanya. Belum sempat aku menjawab…… yaah....aku keluar, air maniku berhamburan tumpah di dalam liang kemaluan Bu Maya. " Ehnggghhh... Itu yang namanya empot-empot Man... itulah gunanya senam sex, berarti aku sukses latihan senam sex selama ini " Katanya bangga. " Sekarang kamu puasin aku ya ? " Kata Bu Maya seraya mengambil posisi nungging. Tanpa basa-basi kutancapkan lagi kejantananku yang masih ereksi kedalam m*m*k Bu Maya, Ku genjot terus dengan cepat dan penuh tenaga. " Yang dalam Man...yang dalam ya..teruskan sayang...? oh....enak sekali penismu.....oh....terus sayang ?!" Pinta Bu Maya. Aku masih bisa memuaskan Bu Maya, aku tak mau kalah, kujilati pula lubang m*m*knya, duburnya dan seluruh tubuhnya. Ternyata Bu Maya kembali orgasme setelah aku menjlati seluruh tubuhnya. " kamu pintar sekali Man ? belajar dimana ? " " Tidak bu, refleks saja" Jawabku. Sebelum kami meninggalkan tempat itu, Bu Maya masih sempat minta satu ronde permainan lagi. Tapi kali ini hanya sedikit melorotkan celana trainingnya saja. demikian pula aku, hanya membuka bagian penis saja. Bu Maya minta aku melakukanya di dalam mobil, tapi ruangannya sempit sekali. Dengan susah payah kami melakukannya, akhirnya kami memutuskan untuk keluar dari mobil dan mengambil posisi berdiri dengan tubuh Bu Maya disandarkan di mobil sambil mengangkat sedikit kaki kanannya. Sejak saat malam pertama kami itu, aku dan Bu Maya sering bepergian ke luar kota. Kami bercinta di tengah hamparan perkebunan teh di Puncak, di dalam dangau di tengah sawah milik keluarga Bu Maya yang luas (kami lakukan di siang hari bolong !!! di saat para pekerjanya pulang untuk istirahat makan siang) bahkan sampai ke Pulau Seribu, ke pinggir pantai, ke semak-semak di sebuah desa terpencil, yah pokoknya kami mencari tempat-tempat yang aneh-aneh. Tak kusadari kalau aku sebenarnya menjadi gigolonya Bu Maya. Beliaupun semakin sayang padaku, uang mengalir terus ke kocekku, tanpa pernah aku memintanya. Dia menyanggupi untuk membiayai kuliah hingga tamat, asal aku tetap selalu bersamanya. Tentu saja dengan senang hati aku memenuhinya, sungguh aku merasa beruntung dapat menikmati tubuh indah dan sexy milik Bu Maya yang cantik itu, yang selalu dengan penuh gairah membara menghangatkan hari-hariku dengan permainan cintanya serta fantasi sex-nya yang luar biasa...